Selasa, 29 Maret 2011

Teh Minuman Kesehatan

Teh merupakan tanaman daerah tropis dan subtropis yang secara ilmiah dikenal dengan Camellia Sinensis. Dari kurang lebih 3000 jenis teh hasil perkawinan silang, didapatkan 3 macam teh hasil proses, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Cara pengolahan teh yaitu dengan merajang daun teh dan dijemur di bawah sinar matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi coklat dan memberi cita rasa teh hitam yang khas.
Teh hijau, jenis teh tertua, amat disukai terutama oleh masyarakat Jepang dan Cina. Di sini daun teh mengalami sedikit proses pengolahan, hanya pemanasan dan pengeringan sehingga warna hijau daun dapat dipertahankan. Sedangkan teh oolong lebih merupakan jenis peralihan antara teh hitam dan teh hijau. Ketiga jenis teh masing-masing memiliki khasiat kesehatan karena mengandung ikatan biokimia yang disebut polyfenol, termasuk di dalamnya flavonoid. Flavonoid merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alamiah ada di dalam sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur.
Subklas polifenol meliputi flavonol, flavon, flavanon, antosianidin, katekin, dan biflavan. Turunan dari katekin seperti epi-cathecin (EC), epigallo-cathecin (EGC), epigallo-cathecin gallate (EGCg), dan quercetin umumnya ditemukan di dalam teh. EGCg dan quercetin merupakan anti oksidan kuat dengan kekuatan hingga 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E dan C yang juga merupakan antioksidan potensial. Antioksidan diketahui mampu menghindarkan sel dari kerusakan mengingat setiap kerusakan sel akan menyumbang lebih dari 50 penyakit.
Teh hijau mengandung EGCg, demikian juga teh hitam, demikian dikatakan seorang ahli biokimia. Dalam sebuah studi yang dilakukan peneliti Belanda menyebutkan, mengkonsumsi 4-5 cangkir teh hitam setiap hari akan menurunkan resiko stroke hingga 70% dibanding dengan mereka yang mengkonsumsi teh 2 cangkir sehari atau kurang. Laporan lainnya menyebutkan lebih banyak mengkonsumsi teh hitam berhubungan dengan rendahnya kasus serangan jantung. John Folts, Direktur Sekolah Medis, Pusat Penelitian dan Pencegahan Arteri Trombosis, Universitas Wisconsin, AS menemukan kunci khasiat dalam teh yaitu flavonoid. Hasil penelitiannya menunjukkan, flavonoid dalam teh hitam mampu menghambat penggumpalan sel-sel platelet darah sehingga mencegah penyumbatan pembuluh darah pada penyakit hantung koroner dan stroke. Studi lain menyebutkan bahwa peminum teh fanatik memiliki kadar kolesterol dan tekanan darah yang rendah, meskipun masih belum jelas apakah semuanya itu langsung disebabkan karena teh.
Para peneliti di Universitas Case Western Reserve, Cleveland, AS menemukan pengaruh penggunaan teh hijau pada kulit hingga 90 %. Ternyata teh sangat efektif melindungi kulit dari sinar matahari yang dapat mengakibatkan kanker kulit. Teh juga diketahui mengandung fluoride yang dapat menguatkan email gigi dan membantu mencegah kerusakan gigi. Dalam suatu studi laboratorium di Jepang, para ahli menemukan bahwa teh membantu mencegah pembentukan plak gigi dan membunuh bakteri mulut penyebab pembengkakan gusi.
Penelitian di Jepang menunjukkan, daerah penghasil teh yang pendudukanya terkenal sebagai peminum teh fanatik, sangat rendah angka kematiannya yang disebabkan oleh kanker. Hasil studi lainnya, dilakukan kerjasama antara tim peneliti Oguni dan pusat penelitian kanker di Beijing untuk mempelajari pengaruh ekstrak teh hijau pada tikus yang telah diberi ransum makanan karsinogenik (zat pemicu kanker). Dilaporkan, angka rata-rata kanker pada tikus yang memperoleh ekstrak teh hijau setengah dari tikus yang tidak memperoleh ekstrak teh hijau.
Para peneliti yakin bahwa polifenol yang dikenal sebagai cathecin yang terdapat pada teh hijau, membantu tubuh manusia melawan sel kanker. Studi lainnya dilakukan oleh Oguni dan Dr. Masami Yamada dari Hamamatsu Medical Center menemukan cathecin membunuh Helicobator pylori, bakteri pemicu kanker lambung. 

Read More..

Endolimax nana

The article about endolimax nana has removed by administrate page to other site:
Read More..

Penyakit Kelainan Kromosom (Syndrome Down


Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

            Sindrom down (bahasa Inggris: down syndrome) merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah sindrom down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

            Pencegahan pada penyakit ini dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Sindrom down merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Penyakit Sindrom down dapat dicegah dengan cara pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan erlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.




Read More..

Chilomastix mesnili

1. Sejarah Penemuan
Pada januari 1920, kasus diare kronis yang banyak ditemukan di Amerika serikat diduga sebagai akibat dari infeksi dari organisnme Chilomastix mesnili. Pengamatan sejak saat itu dilakukan dari waktu ke waktu atas flage
llata ini, baik dalam tinja pasien maupun kulturnya serta data yang berasal dari studi persiapan permanen, telah mengungkapkan informasi lebih lanjut tentang sifat biologi dari organisme ini. Chilomastix mesnili ini termasuk family tetramitidae, ordo Polymastigina, dan kelas Mastigophora. Dua orang ahli yang bernama Chalmers dan Pekkola menyatakan bahwa mereka selalu menemukan Chilomastix mesnili berasosiasi dengan protozoa lain dan tidak sendiri.


2. Hospes, Penyakit, habitat
Hospes Chilomastix mesnili ini umumnya manusia, tetapi dapat juga ditemukan pada mamalia lainnya seperti simpanse, orang utan, kera, babi; serta hewan lainnya seperti burung, reptil, amfibi, ikan, lintah, dan insekta. Chilomastix mesnili adalah parasit bersel satu yang termasuk kategori umum dari parasit apatogen yang menyerang usus manusia.
3. Distribusi Geografik
Parasit ini penyebarannya kosmopolit, sehingga distribusinya dapat meluas di dunia, meskipun lebih banyakditemukan pada lingkungan yang beriklim panas.

4. Morfologi
Chilomastix mesnili mempunyai stadium trofozoit dan stadium kista. Parasit ini biasanya selalu ada bersama-sama dengan protozoa usus lainnya terutama Giardia lamblia sehingga parasit ini perlu diketahui untuk membedakan parasit yang patogen.
Trofozoit berbentuk piriform seperti buah pir dengan ujung posterior yang lancip. Trofozoit ukurannya bervariasi sekitar 6-24 µm x 3-10 µm. Mempunyai 4 flagel, 1 flagel lebih panjang dari yang lain yang muncul dari ujung anterior. 3 flagel berasal dari permukaan bagian sentral tubuhnya dan flagel ini biasanya jelas terlihat pada trofozoit yang hidup; digunakan untuk bergerak secara perlahan membentuk gerakan rotasi. Sitostom terdapat dekat ujung anterior membentuk cekunganyang dikelilingi oleh silia. Mempunyai inti besar yang terletak di anterior.

Kista terbentuk bila keadaan tinja padat. Kista berbentuk oval berdinding tebal berukuran sekitar 6,5 – 10,0 µm yang berbentuk seperti lemon. Di lahan kista tampak sebuah inti dengan organel lainnya termasuk fibril sitosom, aksonema.Infeksi terjadi bila menelan kista, trofozoit tidak dapat hidup dalam keadaan asam di lambung.
5. Siklus Hidup


Awal Siklus Hidup
Chilomastix yang paling sering ditemukan di lingkungan dalam bentuk kista, yang terbentuk di dalam usus. Dalam bentuk kista, Chilomastix mesnili mendapat keuntungan yaitu perlindungan dari lingkungan dan itu sebagai jalan untuk menemukan tempat hospes lain. Trofozoit Individu (chilomastix dewasa), serta kista, dapat ditemukan dalam tinja. Kista yang tertelan melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau fecal orally.
Tahap kista tahan terhadap tekanan lingkungan dan bertanggung jawab untuk transmisi Chilomastix. Baik kista dan trofozoit dapat ditemukan dalam tinja (tahapan diagnostik). Infeksi terjadi dengan menelan kista di air yang terkontaminasi, makanan, atau melalui rute fecal-oral (tangan atau formites). Chilomastix tinggal di sekum dan / atau usus besar, melainkan umumnya dianggap sebagai komensal yang kontribusi terhadap patogenesis tidak menentu. Hewan dapat berfungsi sebagai reservoir untuk Chilomastix.

Akhir Siklus Hidup
Trofozoit dilepaskan ke lingkungan eksternal dari luar usus besar dan kadang-kadang lebih kecil dari host yang terinfeksi. Chilomastix, organisme komensal, diyakini tidak menyakiti dan tidak pula bermanfaat bagi lingkungan host di mana ia berada dan makanan keuntungan. Ini protozoa persisten yang ditemukan di seluruh dunia.

6. Patologi dan Gejala Klinis
Parasit ini biasanya bersifat apatogen, tetapi dapat menyebabkan kelainan intestinal seperti diare pada kasus infeksi berat. Stadium trofozoit dapat ditemukan pada tinja cair atau lembek. Chilomastix mesnili hidupnya di sekum dan kolon manusia. Transmisi secara langsung terjadi melalui air minum yang terkontaminasi.

7. Diagnosis
Pemeriksaan mikroskopis tinja adalah metode yang paling umum untuk mendeteksi kista dan trofozoit dari Chilomastix mesnili . Chilomastix mesnili dianggap apatogen. Adanya kista dan /atau trofozoit dalam specimen tinja dapat menjadi indikator kontaminasi kotoran dari sumber makanan atau air. Chilomastix mesnili diidentifikasi melalui deteksi kista dan / atau trofozoit dalam spesimen tinja, baik terkonsentrasi basah maupun noda-noda permanwen (misalnya trichrome)
8. Pengobatan
Sebagai spesies yang digolongkan sebagai apatogen, tidak ada metode pengobatan yang direkomendasikan secara khusus untuk organisme ini.

9. Epidemiologi
Data penyebaran menunjukkan bahwa ditemukan sekitar 11% pada orang Mesir di US troops. Flagellata ini juga ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Di Indonesia prevalensinya mencapai 0,8 % . Di Amerika Serikat kasus infeksi oleh Chilomastix mesnili tidak bisa dibilang langka, sebagaimana dilaporkan oleh Kofoid, Kornhauster, dan plate, mereka menemukan bahwa sekitar 5,8 % dari 1.200 pasien yang diperiksa di New York, dan 5,3 % pasien yang diperiksa di Berkeley, California ditemukan terinfeksi juga oleh parasit ini.


10. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan perlindungan terhadap infeksi,umumnya dengan melakukan langkah-langkah menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi dari mikroorganisme usus, seperti kebersihan toilet yang baik, kebersihan dapur umum dan mencuci tangan sebelum makan adalah tindakan efektif dalam memecahkan penularan manusia ke manusia parasit. Selain itu untuk lebih mengetahui lebih banyak mengenai parasit usus dapat melakukan konsultasi dengan dokter spesialis untuk menangani hal tersebut.

Contoh makalah bisa anda download di sini :

Read More..

Senin, 28 Maret 2011

Apakah Pneumocystis carinii itu?

Parasit ini digolongkan sebagai protozoa dalam grup Coccidia atau termasuk grup Mikrospordia .Parasit ini pertama kali ditemukan oleh Carlos Chagas pada tahun 1909 sewaktu meneliti Trypanosoma cruzi dan menganggap sebagai bentuk cyste dari perotozoa ini. Pada tahun 1910 Antonio Carini menemukan cyste yang sama seperti yang ditemukan Chagas, tetapi kemudian menyadari bahwa parasit tadi berbeda dengan Trypanosoma cruzi. Oleh karna itu ia mengirimkan parasit tadi pada koleganya Laveran untuk diteliti lebih lanjut. Pada tahun 1912 dua orang bersaudara Delanoe, yang menjadi mahasiswa Laveran menemukan cyste yang sama didalam paru seekor tikus yang tidak terinfeksi oleh T.cruzi. Parasit ini kemudian diberi nama Pneumocystis carinii.

Protozoa ini terdapat diseluruh dunia dan hidup saprofit di alam. Sering ditemukan pada populasi normal dan baru memberikan gejala pada mereka yang mempunyai kekebalan tubuh rendah. Baru setelahPerang Dunia II, ditemukan kasus pertama pada manusia yang menderita pneumonia sebagai akibat terinfeksi Pneumocystis carinii dan dinamakan Pneumocystosis. Selanjutnya jarang sekali hal ini ditemukan lagi kecuali pada mereka yang memiliki daya tahan tubuh rendah seperti misalnya penderita kanker yang mendapat pengobatan kanker dan penderita kelainan kekebalan congenital. Saat ini dengan maraknya penderita AIDS, maka parasit ini kembali menjadi perhatian karena menyebabkan banyak kematian pada penderita AIDS.           
            Seperti dikemukakan bahwa parasit ini sampai sekarang masih diperdebatkan taksonominya. Beberapa ahli memesukannya kedalam kelompok Fungi dengan alasan parasit ini dapat diwarnai dengan pewarnaan yang bisa dipakai untuk Fungi serta ultrastrukturnyapun mirip dengan Fungi. Analisa mitokondria parasit ini menunjukan adanya hubungan yang erat dengan Ascomycetas seperti misalnya Saccharomyces cerevisai. Sementara itu beberapa ahli lain ingin memasukan parasit ini pada kelompok Protozoa dengan alas an bahwa parasit ini rentan terhadap obat-obat antiprotozoa. Mungkin untuk sementara diikuti saja klasifikasi yang disarankan oleh Frenkel dan kawan-kawan yang menyatakan bahwa parasit ini termasuk Protozoa kuno yang belum terklasifikasi.
Hospes dari parasit Pneumocystis carinii adalah mamalia dan burung. Parasit ini ditemukan pada dinding alveolus paru-paru dan hidup dengan baik dan mendapat makanan dengan baik di dinding alveolus sebab adanya fospolipid dan apoprotein. Sehingga dalam paru-paru parasit ini dapat berkembangbiak secara seksual dan aseksual.
Penyakit yang ditimbulkan dari parasit Pneumocystis carinii adalah pneumonia atau pneumositosis. Penyakit ini menginfeksi paru-paru dan seringkali dapat mengakibatkan radang paru-paru yang mematikan. Belum diketahui pasti cara penularan dan habitat alamiah penyakit ini, kemungkinan penularan melalui pernapasan. Percobaan pada tikus telah menunjukan percobaaan dari binatang- ke binatang melalui rute yang disebarkan udara, tetapi penularan dari binatang- ke manusia tidak mungkin karna sifat spesifik hospes P.carinii.
P. carinii  mempunyai stadium trofozoit dengan ukuran 1- 5 µ dan berinti tunggal yang dapat dipulas dengan Geimsa, berbentuk ameboid. Trofozoit ini memiliki dinding rangkap sehingga tampak tebal. Bentuk ini merupakan bentuk yang bermetabolisme aktif dan biasanya bentuk ini menempel pada sel alveoli paru. Stadium kista juga kira- kira 5 µ seperti telur atau bola pimpong yang penyok dengan dinding  tebal yang lebih jelas bila diwarnai dengan Gomari Methenamine Silver strain(GMS). Kista dari parasit ini berukuran 4-6 µ berbentuk bulat dan berdinding 3 lapis, berisi 8 trofozoit.
Sampai sekarang siklus hidup parasit ini belum jelas diketahui, tetapi pada umumnya disetujui bahwa ada empat tahap perkembanganya yaitu trofosoit, prekista, kista dan intracystic bodies. Apabila ada host yang rentan dan menghirup udara yang mengandung kista, maka kista tadi akan pecah dan mengeluarkan intracystic bodies sebagai trofosoit. Sebagiandari intracystic bodies tadi bersifat haploid dan sebagianlagi bersifat diploid. Pernyataan ini didasarkan pada penelitian yang menemukan adanya pembelahan miosis pada tahap prekista muda.Sel yang haploid ini akan berkonjugasi dan menghasilkan trofosoit dalam kista ini. Selanjutnya trofosoit dalam kista ini melakukan pembelahan miosis. Peristiwa ini dibuktikan dengan pengamatan ultrastruktur parasit yang tedapat dalam paru .Perkembangan akhir dari siklus ini adalah terbentuknya 8 buah intracystic bodies dalam kista.
Penyebaran parasit ini pada mamalia dan burung, yaitu manusia, anjing, dan berbagai hewan peliharaan hampir diseluruh dunia.
Prifer dkk. (1978) mendapatkan 2/3 dari anak normal telah mempunyai antibodi terhadap Pneumocystis sebelum berumur 4 tahun. Infeksi laten ditemukan pada hewan laboratorium , hewan peliharaan, dan hewan liar, juga pada manusia yang imonukompeten. Pneumonia pneumocystis terutama ditemukan pada golongan risiko tinggi, yaitu:
1)      Anak dan bayi premature, yang sakit dan hidup dikediaman yang padat.
2)      Anak dan bayi dengan kelainan imunodefisiensi primer.
3)      Pasien dari semua golongan umur yang mendapat terapi imunosupresif untuk keganasan, transplantasi organ,dan lain-lain.
Selain daripada itu , pneumonia pneumocystis juga dijumpai pada hospes imunokompeten. Bila tidak diobati, angka kematian 100%.
Meskipun P.carinii telah ditemukan pada berbagai jaringan seperti kelenjar limfe, limpa, hati, drah kapiler, lambung , usus kecil, sumsum tulang dan lain-lain.(Golden , 1982, Walzer dkk, 1974). Pada paru-paru yang terinfeksi akan ditemukan paru-paru yang kenyal, dan bila dipotong-potong tampak permukaan abu-abu tanpa udara. Dengan mikroskop tampak septum alveolus menebal dengan infiltrat sel plasma, maka penyakitnya disebut pnoumenia sel plasma interstitial. Sebagian epitel alveolus mengalami deskuamasi dan alveolus penuh dengan sel berlemak, parasit dan bahan bervakuolatampak berbusa.
Dengan pengobatan eksudat alveolus mengalami resorbsi total. Gambaran klinik berbeda antara pasien dengan syndrome AIDS dan yang bukan. Pada yang bukan penderita AIDS, gejala tidak jelas, masa inkubasinya sampai 2 bulan. Gejala yang khas adalah batuk nonproduktif, Berlanjut dengan kapasitas ventilasi yang menurun, Dengan gangguan pernapasan yang menjadi berat, tapi tanda klinik lain tidak begitu jelas, seferti afebril, leukosit normal atau sedikit meningkat,eosinofilia. Pada bayi di bawah 3 bulan, timbul batuk-batuk, takipnea, kadang- kadang terjadi apnea. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan bronchi yang difus. Pada bayi yang malnutrisi, penyakit berkembang dalam beberapa minggu, pernapasan menjadi cepat sampai  100/ menit disertai sianosis.

specimen dari penderita dapat diperoleh dari sputum, aspirasi trachea maupun biopsi transbronkhoskopi. Specimen ini kemudian diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, Toloudine blue, Gomori-Grocott’s Methenamine Silver (GMS),dan juga (PAS) Periodic Acid Schiff. Pewarnaan Giemsa dan PAS memperlihatkan kista dan trofozoit, namun pewarnaan Gomori dan Toloudine blue hanya memperlihatkan dinding kista saja. Satu-satuya petunjuk untuk identifikasi parasit ini pada pewarnaan adalah ditemukanya intracystic bodies di dalam kista, dan akan dilihat dibawah mikroskop.
Hampir semua kasus memberikan respons yang baik dengan pengobatan Sulfamethoxazole-Trimethoprim. Namun bagi mereka yang tidak tahan dengan obat golongan sulfat dapat dicoba dengan Pentamidine. Obat lain yang masih dalam tahap evaluasi penggunaanya adalah Dapsone, Eflonithine dan Trimetrexate. Mereka yang mempunyai gejala ringan dapat diberi Dapson- Trimet ehoprim, Clindamycin dan Primaquine. Selain itu terapi tambahan dengan Corticosteroid nampaknya dapat memperbaiki kondisi penderita.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan pada pasien yang pernah menderita Pneumonia pneumocystis.

Silakan download contoh makalah ny disni !   


Read More..